Rabu, 11 April 2012

Cinte sebesar bola pimpong

Berbagai macam lagu Pop Indonesia mengalun di berbagai sudut supermarket Pak Memet. Niken, anak dare dari Pontianak, tengah asyik berkeliling untuk membeli beberapa makanan ringan untuk ia ngemil di malam harinya. Tampak mulutnya komat kamit megikuti alunan musik pop yang di putar di supermarket tersebut.

Saat sedang asyik – asiknya ia mengelilingi supermarket, tiba – tiba ia tak sengaja menabrak seorang pria tampan berwajah sarip ala arab Pontianak. Niken pun tampak terpesona dengan raut wajah pria sarip itu. Selang beberapa detik, terdengar lagu backsound dari film “Get Married 1”.

Pandangan pertama,

Awal Aku berjumpa.

Seolah – olah hanya,

Impian yang berlalu.

“Eh, woi. Biase jak. Ngape kau mandang kamek kayak gitu, tau bah kamek ni ganteng.” Kata pria sarip itu.

“Eh, kau ni. Kau tu ke pedean. Yang liat muke kau tu siape ? kucing same monyet jak liat muke kau mungkin dah lari tunggang langgang dah.” Kata Niken ketus.

Setelah mendengarkan omongan ketus dari Niken, pria sarip itu pun melangkahkan kakinya untuk mencari barang di supermarket tersebut. Sedangkan Niken, asyik sesekali melihat wajah pria sarip tersebut sambil tersenyum manis. Karyawan yang melihat Niken tersenyum – senyum sendiri, dalam hati mereka, Anak Dare itu kurang satu ons.

***

“Oo Pak, lamak gak anak dare kite pergi ke supermarket ye pak. Mak curige jaklah die tu kluyuran.” Kata Mak Ijah khawatir.

“Eh, kau nie. Tadak bah anak kite tu nak keluyuran. Die tu jujur ye jah. Macam bapak e ni.” Kata Pak Abu menjawab ke khawatiran Mak ijah sambil membangga – banggakan dirinya sendiri.

“Eleh, jujur dari mane. Kemaren emak minta belikan belacan dua butik, di belikannye satu. Padahal uangnye pas bah untok beli dua belacan tu.” Celoteh Mak Ijah.

Tak beberapa lama kedua orang tua tersebut ribut masalah kejujuran, Niken pun datang dengan wajah masih penuh dengan senyuman aneh, dan langsung masuk menuju dapur untuk meletakkan belanjaannya. Kedua orang tuanya kebingungan dengan senyuman itu. Mereka saling berbisik – bisik curiga.

Setelah selesai menaruh barang di dapur, Niken pun merebahkan badannya di tempat tidur. Sambil memandang arah langit – langit kamarnya, membayangkan semua hal bersama pria sarip yang baru saja di temuinya di supermarket Pak Memet.

Niken : Ough, kamu ganteng banget.

Pria Sarip :Masak sih ?

Niken : Sama – sama.

Pria Sarip : ??!!#(aneh)

Khayalan Niken.

“Woy, kau ngape senyum - senyum sorang ?” Tanya Fajri, abang Niken sambil menepuk pundak adiknya.

“Agh, Sayang ni. Main tepuk – tepuk pundak segala. Atit ni.” Kata Niken. (Niken mengira yang menepuk pundaknya itu Si Pria Sarip. Ternyata setelah ia balik badan ? Eng, Ing, Eng.)

“Allahuakbar.” Fajri terkejut.

“Kau ni kesurupan antu ape ? Abang kau sorang kau bilang sayang ?” Katanya lagi, heran.

Melihat itu, Niken hanya bisa tersenyum sebentar, dan mengusir kakaknya untuk keluar dari kamarnya karena ia ingin istirahat. Dan di saat itu juga waktu di jam dinding yang berdetak perlahan menunjukkan pukul 12.00 WIB.

***

Syarif Ar Rafik anak Pak Syarif Fajar, tengah asyik bermain bola bersama teman – temannya di lapangan gersang di sebelah pelabuhan. Dari sejak di dirikannya PECIL, lapangan itu memang sudah mereka gunakan untuk bermain. Namun, karena di era globalisasi ini terjadi perubahan besar dalam pertransportasian, PECIL ini seolah – olah terabaikan dan bangunan – bangunan bekas gudang penyipanan barang – barang pun kini menjadi tempat bersarangnya makhluk halus. Ini di karenakan bagunan tersebut di tinggalkan begitu saja oleh para karyawan PECIL. Sedangkan halaman dari PECIL, sudah lama digunakan untuk area bermain bagi warga yang tinggal di dekat pelabuhan.

Hari pun mulai sore. Mega merah pun mulai tampak di langit. Semua anak – anak, termasuk Rafik pun satu persatu mulai meninggalkan lapangan tersebut.

Dalam perjalanan pulang, Rafik dan Fajri sedang sedang asyik berbicara bersama. Mereka membicarakan tentang kelucuan – kelucuan yang terjadi di dalam keseharian mereka.

“Eh, Fik. Kau tau ndag obat buat nyembohkan orang kesurupan ?” Tanya Fajri.

“Kau lumurkan belacan jak ke muke orang yang kesurupan tu. Bukan ngape gak bah. Itu kan bau tu. Mane antu suke.” Jawab Rafik.

“Gile gak. Masak kasik belacan. Tapi, tak papelah. Mau cobe lok.” Jawab Fajri.

Akhirnya kedua sahabat itu, berpisah di pertigaan gang.

***

Pagi itu, jam dinding di rumah keluarga Pak Abu menunjukkan pukul 05.25 WIB. Niken, adik Fajri masih tertidur pulas. Namun, bagaimana dengan Fajri ? Ternyata Fajri memulai aksinya untuk mengeluarkan setan yang ada di dalam tubuh Niken, adik semata wayangnya. Ia pun mengambil tiga buah persegi belacan di dalam lemari bumbu dapur rumahnya. Lalu, ia melarutkan tiga belacan tersebut ke dalam secangkir air. Setelah melarutkan secangkir belacan, Fajri mulai mengendap – ngendap menuju kamar Niken yand berada di dekat dapur. Kebetulan juga pada saat itu, pintu kamar Niken tidak di kunci. Tanpa ba bi bu, Fajri langsung saja masuk ke dalam kamar. Dan, eng ing eng. Di lumurkannyalah ke muka Niken. Tapi anehnya, Niken tidak sadarkan diri. Tidak sadarkan diri, dalam artian bukan pingsan atau pun meninggal. Kata orang Pontianak, Niken tidok mati (tidur yang tidak sadarkan diri walaupun di cubit sekuat apa pun, orang tersebut tetap saja nyenyak tidurnya). Fajri pun merasa senang. Setelah selesai menjalankan aksi tersebut, ia memohon kepada Allah S.W.T., agar adiknya tidak kesurupan lagi.

***

Di waktu Subuh..

Niken, yang sejak kemaren sore tertidur pulas pun terbangun setelah mendengar adzan subuh. Begitu juga Pak Abu, dan Mak ijah. Niken dan kedua orang tuanya pun berpapasan di tempat ia berwudhu. Mak Ijah merasa ada bau yang menyengat. Dia pun mencari sumber bau tersebut.

Setelah lima belas menit mencari, insting Mak Ijah mengarah ke Niken. Setelah ia tahu bahwa sumber bau itu berasal dari badan Niken, Mak Ijah pun memarahi Niken.

“Allahuakbar, pantaslah belacan emak abes. Kau rupenye yang makai belacan emak untok kau belulur ken ? Subhannallah.” Kata Mak Ijah.

“Biaselah mak. Anak dare.” Celetuk Fajri.

“Hem, mane kamek tau mak. Kamek bangon jak tau – tau dah bau macam ni. Bau aek lior basik.” Kata Niken membantah.

“Astaughfirullah, anak dare Bapak tidok belior ? Manelah ade anak bujang yang mau dekat ngan kau nak ee, kalau kau bauk belacan macam itu. Hem. Memanglah.” Kata Pak Abu terkejut.

“Mane kamek tidok belior.” Jawab Niken heran dengan Bapaknya yang salah presepsi tentang permasalahan yang pagi itu menjadi Headline News di rumahnya.

Mendengar keributan yang terjadi di dalam rumah, Fajri hanya bisa tersenyum lega di sudut dapur karena setan yang merasuki tubuh adik semata wayangnya itu sudah keluar.

“Alhamdulillah.” Kata Fajri dalam hati.

***

“Eh Fik, makasih ye atas saran kau. Adek Aku dah semboh dah ye gare – gare saran kau tu.” Kata Fajri.

Rafik yang tadinya sedang makan dengan lahapnya, tiba – tiba tersedak. Ia pun tertawa dengan berita yang baru saja di bawa oleh Fajri, sahabatnya.

“Ape kau ikutkan saran Aku ? Orang cuman begurau kali. Ndag ke bau belacanlah badan adek kau. Hadoooh…” Kata Rafik.

“Allah mak kau ni, orang minta saran benar – benar kau bualkan. Kau ni te genye.” Kata Fajri menyesal.

Saking asyiknya mereka bebincang - bincang, bel sekolah pun tak terasa sudah bersenandung. Seluruh siswa, berlarian masuk ke dalam kelas. Mereka takut di hukum jika terlambat masuk ke kelas ketika jam istirahat selesai.

Saat Fajri dan Rafik berlari untuk masuk ke dalam kelas, mereka menabrak seorang gadis berambut hitam. Ternyata gadis itu adalah Niken, adiknya Fajri. Niken merasa tidak asing dengan sosok pria berwajah sarip itu. Terjadilah insiden pandangan mata untuk kedua kalinya. Namun, di tengah suasana yang adem ayem antara dua insan yang saling mengingat nostalgia masa pertemuan di supermarket, datang seorang penjajah yang membuat keruh suasana. Sebut saja namanya Fajri.

“Woy, kitak bedua’ ni ngape ? Pandang – pandangan pulak die. Dah masok dah nie.” Kata Fajri.

“Eh, iye ye. Cepatlah. Ayok kite masok kelas.” Kata Rafik.

“Dek, balek sekolah abang mau ngomong di halte.” Seru Fajri kepada Niken.

Niken yang mendengar seruan tersebut, lalu mengernyitkan dahinya.

Di dalam kelas, ternyata belum ada guru yang masuk. Fajri dan Rafik mengelus – ngelus dada mereka tanda lega karena tidak di hukum. Mereka berdua pun duduk di bangku mereka masing – masing.

Saat asyik membaca buku pelajaran yang ada di hadapannya, Rafik teringat dengan Fajri yang memanggil wanita berambut hitam itu dengan sebutan “Dek”. Ia ingin menanyakan hal tersebut, namun hatinya tak kuasa untuk menanyakan hal yang sangat sedehana itu di tengah keributan seluruh siswa maupun siswi di dalam kelas karena sudah bosan menunggu guru yang akan mengajar mereka siang itu.

***

Teng…teng…..teng…..

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Seluruh siswa maupun siswi di SMA ASTARA PAGI, sudah berhamburan keluar dari kelas mereka masing – masing. Termasuklah Fajri dan Rafik. Kedua sahabat itu berjalan bersama sampai ke gerbang sekolah. Di dekat halte, terlihatlah sosok wanita berambut hitam yang tak asing bagi Rafik. Matanya yang tajam itu, mengingatkan Rafik pada tujuh hari yang lalu di sebuah supermarket. Kedua sahabat itu berpisah di sebuah gerbang. Fajri pergi menuju gadis berambut panjang itu, dan langsung menggandeng tangannya. Rafik yang sejak dari tadi melihat gerak – gerik Fajri, merasa cemburu dengan tingkah laku Fajri. Rafik pun lalu pergi meninggalkan gerbang dengan langkah lesu dan hati yang galau gulita. Dia tidak menyangka, bahwa wanita yang di temuinya di supermarket itu punya sahabat karibnya. Ada rasa sesak di dadanya. Semua ini karena ia merasa jatuh cinta kepada gadis itu, dan ia pun sudah menanamkan di hatinya yang paling dalam bahwa hanya wanita itulah yang bisa merasakan cinta darinya. Namun setelah tahu ia sudah ada yang punya, ia hanya bisa mengelus dada dan berkata dalam hati.

“Sabar fik.Mungkin ini cobaan buat kau untuk meraih cinte gadis berambut panjang.”

***

Sesampainya di rumah, Rafik melamun. Ia masih penasaran dengan hubungan yang terjalin antara gadis berambut hitam dan sahabat karibnya itu. Terlintas di benaknnya untuk mencari tahu hal tersebut sedetail – detailnya.

“Tapi, same siape aku nanyanye ? Same Fajri keh ? Alah mak. Tak mugkin kayaknye.” Bisik penasaran hati Rafik.

Dalam rasa penasaran itu, Rafik tertidur dengan pulasnya di kursi tamu.

***

Di rumah Fajri, terjadi perbincangan antara kakak beradik itu. Fajri menanyakan sedekat apa sang adik dengan Rafik.

“Kamek bah cuman tau pas ketemu di supermarket bang. Waktu itu kamek agik bawa belanjaan, eh die pula nabrak kamek. Pertamenye sih kamek cuekin pas di supermarket tu. Eh ndag taunye sampai di rumah ke pikeran die teros.” Jawab Niken.

“Oh, die yang bikin kau jadi agak stress akher – akher ini ni ? Pantaslah.” Kata Fajri.

“Eh bang, budag sarip itu tu kawan abang ke ? Kirem salam ye buat die. Dari Ken ken si cantik jelita.” Kata Niken.

“Emmpreeet……, pajo. Ngomonglah sorang. Ueek ?!” Kata Fajri. Niken pun langsung meninggalkan Fajri dengan wajah agak sedikit kesal karena tingkah laku kakaknya yang tidak menggenakan hatinya.

***

“Woy, kau ngape ?” tegur Yanti teman Niken.

“Ehm, liat kumbang di taman. Kumbangnye ganteng, udah itu keturunan sariep agik tu.” Kata Niken sambil melihat wajah Rafik yang tengah asyik bersenda gurau bersama teman – temannya di pelantaran sekolah.

“Kau tu. Perasaan di sekolah kite tadak ade tamanlah.” Kata Yanti.

“Eh, kau tu. Tua kumbangnye. Yang lagi ketawa – ketawa same kawannye.” Kata Niken.

Tanpa sengaja Yanti memanggil Kumbang itu.

“Woy, cowok yang di sana.” Panggil Yanti.

Suasana yang tadinya riuh, menjadi tenang seketika mendengar suara cempreng khas orang yang punye idung mancung ke dalam. Selain itu guru – guru yang tadinya ingin pergi ke WC, sempat – sempatnya ia mencari sumber suara tersebut.

“Kau kumbangkan ? Kalau kau benar – benar kumbang, sini kau.Di sini ade Sari Bunge na. Banyak. Manis agik. ” Kata Yanti kepada Kumbang tersebut.

“Eh,woy. Kau ni bujor – bujor aros. Die tu manusielah. Bukan Kumbang. Kau ni tak pernah belajar Bahasa Indonesia kali ye ?” Kata Niken kesal kepada Yanti. Tiba – tiba Rafik dan teman – temanya datang menghampiri Niken dan Yanti.

“Alah kau bah. Tua. Liat tu. Die datang ta. Ni gare – gare kau ni.” Kesal Niken.

Rafik pun lalu menanyakan siapa wanita yang memanggilnya tadi dengan sebutan Kumbang. Kedua sahabat karib itu, hanya bisa terdiam melihat wajah Rafik dan lesung pipit Rafik yang semakin kelihatan jika ia marah. Untuk yang kedua kalinya, Rafik menanyakan hal yang sama dengan nada yang agak tinggi. Namun, apa yang terjadi ? kedua Wanita itu pingsan seketika. Melihat itu, Rafik dan teman - temannya ingin mengangkat kedua wanita tersebut dan membawanya ke UKS. Namun, belum sempat mengangkat tubuh kedua wanita itu, tiba – tiba seorang guru mencegah mereka. Guru itu pun menyuruh para perempuan yang berada mengelilingi mereka, untuk segera mengangkatnya. Sedangkan Rafik dan teman – teman, di suruh menghadapnya ke kantor.

***

Aduh, Kumbangnye manis.” Yanti mengigau.

“Adek ? Bangunlah.” Kata perawat yang ada di dalam UKS tersebut.

“Apa sayang ? Bangun? Ih kamu perhatian banget dech.” Kata Yanti mengigau kembali.

Sang perawat pun akhirnya meninggalkan kedua gadis tersebut di dalam UKS. Tak lama beberapa langkah sang perawat meninggalkan ruang UKS, terdengar suara teriakan dari dalam ruangan tersebut.

“Aaarrgghh, AKU DI CULIK SETAN”

Sang perawat dengan sigap datang dan memberikan penjelasan mengenai keberadaan gadis tersebut di dalam ruang UKS. Setelah mendengar penjelasan dari perawat, sang gadis hanya bisa tersenyum, lalu tidur.

***

Di rumah, Niken hanya bisa melamuni kejadian yang begitu aneh yang di alaminya di sekolah. Sedang asyik – asyiknya ia melamun, serasa mimpi baginya. Pria sarip itu datang bersama kakaknya. Ia menahan sejenak napasnya karena tak menyangka kumbang itu akan datang. Ugh, rupanya ia sahabat karib kakaknya. Tak terasa sejak dari tadi, ia memandangi wajah si pria sarip tersebut. Sampai pada akhirnya sang pria sarip bersuara.

“Woy, kau ngape mandang – mandang muke aku teros ?” Kata Pria sarip tersebut sambil melambai – lambaikan tangannya di depan wajah perempuan tersebut.

“Ehm, tadak. Abang nie ke Pe Dean. Mane ade liat muke die.” Kata Niken berbohong kepada Sang pria Sarip.

Tak berapa percekcokkan itu berlangsung, datanglah Fajri. Niken pun meninggalkan ruang tamu, lalu masuk ke kamar untuk beristirahat sejenak melepaskan kepenatan yang ada di kepalanya.

***

Sedang asyik – asyiknya Niken duduk di depan sekolah menunggu kakaknya Fajri keluar kelas, tampak seseorang yang tak asing lagi baginya. Ia datang dengan penuh gairah dan senyum.

“Dek, nunggu abangnye ke ?” Tanya Rafik.

“Udah tau, kok nanya ?” Tanya Niken balik.

“He, garang benar cewek ini. Adek tu cantik, kalau marah makin cantik nampaknya.” Kata Rafik merayu.

“Abang ?! Balek yok ?” kata Niken berpura – pura, lalu melihat ke belakang Rafik.

Mendengarkan panggilan itu, Rafik pun langsung melihat ke belakang, dan ternyata tidak ada siapa – siapa. Setelah ia tahu Niken telah membohonginya, kini ia dikejutkan lagi dengan menghilangnya Niken dari pandangannya. Mengetahui kejadian yang aneh tersebut, langsung meninggalkan halte.

***

Bersambung………………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar