Rabu, 04 Mei 2011

part 3 " jatuh pada sebuah nama"

Part 3……

Tak lama kemudian, Sari sampai di sekolah. Dengan langkah yang ringan, Sari memasuki gerbang sekolah. Tiba – tiba Danar mengejutkannya dari belakang.

“Dorr…..!”

Sari sontak terkejut. Ia pun lalu mengucapkan Istighfar “Astaughfirullah !” Mendengar ucapan Dzikir itu, Danar hanya bisa tertawa geli melihat tingkah Sari.

“Ha…..ha…..ha………! Sari, Sari. Ndak usah pakai Istighfar segala kali pas Danar kejutin. Pergi ke kelas sama – sama Danar yuk ?” Kata Danar.

Sari hanya diam, memandang heran, dan pergi dari hadapan Danar.

“Sari ? Kok…. ?”

Belum sempat Danar memanggil Sari, ia sudah pergi dengan cepat tanpa menoleh sedikit pun. Danar merasa heran dengan sikap Sari. Bermiliyar pertanyaan muncul di benak Danar.

Teng……..teng………..teng………..

Bel masuk pun berbunyi. Danar bergegas masuk ke kelas dengan bermiliyaran pertanyaan yang mengahantui pikirannya.

* * *

Waktu istirahat pun tiba . Semua murid bergerombol keluar kelas menuju kantin yang sudah dari tadi menunggu mereka dengan harapan Si Hijau akan masuk ke rekeningnya saat istirahat.

Tampak seorang laki – laki dan wanita dari arah yang berlawanan, secara bersamaan masuk pula ke kantin yang sama. Saat muka mereka di berpapasan, satu sama lain saling memandang.

“ Hei…..!”

Tiba – tiba, masing – masing dari teman mereka menepuk bahu keduanya. Sontak mereka pun terkejut bersamaan.

“Cie……..Cie……..!” Riuh Para siswa di katin.

Keduanya pun merasa malu, dan salah tingkah. Wajah keduanya memerah. Akhirnya, salah satu dari mereka pergi meninggalkan kantin, dan duduk di sebuah taman di dekat parkiran sekolah. Yaitu Sari.

Ia tak menyangka, bahwa pria idamannya datang ke kantin juga di waktu yang bersamaan. Sari semakin heran. “Ada apa dengan Danar ? Mungkinkah ia memang seorang pangeran yang ditakdirkan untukku ?” Katanya dalam hati. Ia pun lalu termenung sendiri. Terlarut dalam keanehan yang terjadi ppada dirinya saat ini.

“Sari, kamu kenapa ? “ Tanya Sinta.

“Argh….. Astaughfirullah, Sinta kamu mengagetkan diriku. Ngak ada apa – apa kok.” Kata Sari berbohong kepada Sinta.

“Hey, kalo eneng opo – opo iku, mbok yo di omongkan to. Kalo ndag di omongkan, iso dadi penyakit nang hatimu iku lo.” Kata Sinta dengan logat jawanya. (he…….he……. nggak tau deh itu beneran bahasa jawa atau bukan. Bantai – bantai ajalah ).

“Ah, kamu ngomong apa sih ? Aku ndak ngerti.” Kata Sari.

“Yah, dia pake nggak tau lagi. Haduh Sari……! Maksud gue, lo certain dech apa yang ada di benak lo sekarang. Kalo lo pendem terus, entar lo sakit. Kita TST aja Sar.” Kata Sinta mengeluarkan logat bahasa Jakarta.

“ Oh, gitu.” Kata Sari.

“ Ya ampun, bahasa gaul aja yang kamu ngerti. Bahasa warisan budaya Indonesia lo kagak ngerti ? Capek dech. Dasar, Indonesia KTP lo.” Kata Sinta mengoceh.

Sari hanya bisa memanyunkan mulutnya.

“Ngapa kamu manyun – manyuni mulut ?” Tanya Sinta.

“Ah, enggak. Nggak papa kok. Gigiku lagi sakit. Aduh…….!” Katanya.

Sinta pun heran. “Giginya yang sakit, kok mulutnya yang di manyun – manyunin ?” katanya dalam hati.

“Gini Sin……….!”

Teng …….. teng……….

“Yah, belnya udah bunyi. Nanti sore ke rumah ya ?” Kata Sinta.

Ada apa emangnya ?” Tanya Sinta heran.

“ Aku mau sharing tentang masalahku sama kamu. Bisa nggak ? “ Kata Sari.

“Ehm, bisa. Atur aja Sar. Aku pasti datang. “ Jawab Sinta.

Mereka berdua pun kembali ke kelas mereka bersama – sama.

Bersambung………

Senin, 02 Mei 2011

part 2 jatuh pada sebuah nama

Part 2……( sambungan )

Yah, itulah ciri – ciri Danar si pujaan hatiku. Keimanan dan ketaqwaannyalah yang membuat hatiku ini menjadi deg – deggan, dan kelepek klepek blub bleg blong bleg di buatkannya.

Pagi hari di sebuah taman di dekat kantin sekolah, Aku sedang asyik menikmati bekal yang Aku bawa dari rumah bersama teman – teman sekelasku. Kami semua hanyut dalam pembicaraan mengenai pria idaman. Tiba – tiba, sungguh terkejutnya Aku. Mereka menanyakan hal itu kepada diriku yang jomblo ini. Arrgh,, padahal Aku sangat malu. Yah, wajarlah malu. Harap maklum aja masih SMA dan pikirannya aja masih pendek, dan masih mikirin kesenangan yang sifatnya sesaat. Jadi kalau di tanyain soal pria idaman, masih agak canggung gitu deh.

“Pria idamanku adalah seorang yang soleh, dapat menjadi pemimpin bagi keluarganya, dan ganteng luar dalam.” Seruku.

Mereka semua tercengang mendengarnya. Tiba – tiba Imah bertanya kepadaku.

“Yang kamu maksud ganteng luar dalam itu apaan sih ? Aku bingung ! Kalo dari luarnya sih bisa di lihat gantengnya. Tapi, kalo di dalamnya apanya yang di lihat ?.” Tanyanya kepadaku.

Aku pun menjawab pertanyaannya.

“ Yang ku maksud ganteng di dalam itu, akhlaqnya baik, sikapnya baik, dan tutur katanya nggak kasar. Itulah pria idaman yang ideal di mataku. Karena bagiku ganteng atau tidaknya seseorang bukanlah suatu hal yang perlu di permasalahkan dalam percintaan. Ini di karenakan kegantengan wajah dapat hilang di makan umur, sedangkan akhlaq bagaikan bunga yang selalu mekar setiap saat. ” Kataku singkat. (Subhanallah ! )

Setelah mendengar penjelasan dariku, mereka semua pun mengangguk - anggukkan kepala mereka sebagai clue bahwa mereka mengerti dengan apa yang Aku jelaskan.

* * * * * * * *

Keesokkan harinya,

Matahari masih malu – malu menampakkan sinarnya pagi ini. Burung – burung yang gemar berkicauan pun belum tampak bertengger pada dahan akasia di tepi jalan. Ku langkahkan kaki dengan perlahan melawan arah angin sepoi – sepoi, yang meniup jilbabku yang seolah – olah ingin terbang ke angkasa. Dari kejauhan jalan, tampak seorang pria bersepeda motor menghampiriku.

“ Hai cewek, naik ke motorku yuk ? “ Kata pria itu.

Aku pun terkejut. Setengah percaya, setengah tidak. Rupanya orang bermotor itu adalah Danar ? Pujaan hatiku.

Sungguh pertemuan yang tak ku sangka. Ia datang dengan sendirinya. Tapi ? Aku masih ragu dengan sikapnya padaku. Sampai – sampai, sejak ia mengajakku naik ke motornya, Aku melamun. Ia pun menyadarkanku dalam lamunan yang penuh kecurigaan ini.

“ Sari ? Kok bengong sih ? Ayo cepat naik. Udah jam berap nih ? “ Katanya membujukku.

Aku masih ragu, Aku takut ini menjadi sebuah berita murahan yang pastinya akan di bicarakan setiap siswa di sekolah pagi ini. Aku menolaknya dengan halus.

“Maaf ya Danar ? Bukannya aku tidak mau berboncengan denganmu, Aku mendapatkan tugas mengarang dari guru Bahasa Indonesiaku. Temanya perjalanan ke sekolah. Jadi, waktu pergi sekolah saat inilah yang Aku manfaatkan untuk mencari ide tersebut. “ Kataku menjelaskannya kepada Danar.

Akhirnya, Danar pun mengangguk. Ia lalu menancapkan gas motornya menuju sekolah. “Alhamdulillah.” Ucapku dalam hati.

Bersambung…..

Minggu, 01 Mei 2011

Tulisan Abstrak dari Sebuah benih pohon: Jatuh Pada Sebuah Nama

Tulisan Abstrak dari Sebuah benih pohon: Jatuh Pada Sebuah Nama: " Waktu itu, usiaku masih lima belas tahun. Aku pernah memiliki rasa tersembunyi kepada seorang teman sekelasku. Sebut saja namanya Danar. ..."

bru kali ini ni makai blog...kayaknya asyik ni...

Jatuh Pada Sebuah Nama

   Waktu itu, usiaku masih lima belas tahun. Aku pernah memiliki rasa tersembunyi kepada seorang teman sekelasku. Sebut saja namanya Danar. Ia seorang lelaki muda yang alim, dan memiliki suara vokal yang sangat khas. Suaranya ini terlihat saat ia mengumandangkan suara Azan dan membaca ayat suci Al - Qur'an.

(duh... aku ngntuk ni. Tapi, ikuti terus cerita berikut ini. nyesel lo kalo ngak ngikutin ceritanya. aku janji akan ngelanjutin ceritanya kok......) see you............